4/16/2013

Surat Untuk Pak Menteri

Selamat malam Pak Menteri.

Saya tahu saat saya menulis ini memang sudah sangat malam. Tapi saya memang masih terjaga dan sulit sekali untuk tidur.

Jika kebanyakan orang tidak tidur karena tidak ingin tidur, saya berbeda, Pak. Saya sudah sangat lelah, namun tidak dapat tertidur. Pikiran saya terbayang-bayangi oleh pendidikan Indonesia, Pak.

Pak Menteri, yang sedang berputar dalam benak saya adalah bagaimana media memberitakan segala kecarutmarutan Ujian Nasional (UN) 2013. Disaat beberapa orang lain berbicara bahwa Media memang senang membesar-besarkan masalah, tapi saat ini kok saya merasa lain ya?

Saya merasa semuanya benar. Segala kekacauan UN 2013. Sepanjang sejarah 10 tahun diadakan UN, mengapa harus pada jabatan Bapak semua ini kacau?

Entahlah. Mungkin Bapak dan Tuhan yang tahu.

Dimulai dari kebijakan pemusatan pencetakan soal UN, tidakkah itu egois? Beralasan agar soal tidak bocor. Nyatanya sekarang hancur berantakan dan malah membuat soal bocor lebih leluasa karena distribusi yang buruk.

Lalu, 20 paket soal? Untuk kejujuran? Omong kosong. Kejujuran itu dari dalam hati. Seharusnya benahi dulu sistem yang ada. Bagaimana sistem pendidikan bisa memacu siswa untuk berintegritas dalam setiap ujian yang ada. Tingkatkan juga pengawasan, bukankah itu sebenarnya tugas pengawas?

Tidakkah Bapak sadar bahwa 20 paket soal hanya membuka peluang yang semakin besar bagi oknum-oknum tidak tahu diri untuk memperjualbelikan kunci jawaban?

Lalu apalagi? Keterlambatan di 11 provinsi? Pak, Bapak berdalih hal tersebut dapat ditanggapi positif dengan siswa dapat belajar lagi. Sayangnya, Bapak bukan siswa. Tidak tahu apa dampak psikologis yang dialami siswa. Apakah kita (siswa) masih dapat belajar dengan tenang disaat seluruh Media menyiarkan kekacauan yang ada?

Pak, pelaksanaan UN yang tidak telat di provinsi lainnya tidak berjalan mulus. Apakah bapak pikir siswa yang UNnya ditunda tidak memikirkan dan khawatir akan nasib kawan sebangsa mereka yang menjalani UN terlebih dahulu dan LJKnya sobek karena kualitas kertas buruk?

Dijadwalkan UN Bahasa Indonesia, yang datang soal Bahasa Inggris. Kami tetap dipaksa mengerjakannya? Tak masalah bagi kami menjawab soal-soal yang ada. Tapi sulit bagi kami memaafkan kesalahan yang ada.

Tidakkah Bapak berpikir bahwa UN ini sangat berarti bagi jutaan jiwa anak muda Indonesia?

Mereka ingin membanggakan orang tua mereka dengan belajar keras dan serius mengerjakan UN. Tapi LJK sudah sobek duluan.

Banyak mimpi dan impian yang tersimpan dalam pelaksaan Ujian Nasional, apalagi nilai UN ini sebagai penentu masuk Perguruan Tinggi Negeri juga.

Pak Menteri, Bapak baru saja menghancurkan banyak sekali impian anak bangsa.

Siswa tak boleh telat,
Lantas soal boleh telat?

Siswa tak boleh mencontek,
Lantas kardus soal boleh sobek dan jumlah soalnya berkurang?

Siswa harus belajar dan penuh persiapan menghadapi UN,
Lantas pengawas boleh tidak tahu mengenai mekanisme jalannya ujian?

Siswa tak boleh banyak bicara,
Lantas Mendikbud boleh banyak berkelit tentang kesalahan yang dilakukan?

Siswa tak boleh menjawab soal dengan asal,
Lantas Mendikbud boleh mengadakan UN dengan kacau?

Pak, dengan sangat hormat, saya menyarankan Bapak M. Noeh beserta wakilnya di Kemendikbud untuk mengundurkan diri saja.

Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar