Hi guys, kali
ini gue mau ngepost sedikit yang.. 'Suara pelajar'
Wah keren tuh
kalo jadi koran. 'Suara pelajar'.. Keren2! Tentunya kalo itu bakal jadi sejenis
koran/tabloid bulanan, bakal ngebahas berita seputar pelajar, dan aspirasi
pelajar buat bangsanya juga nih.
Balik ke hal
yang mau gue omongin adalah: IPA/IPS?
Langsung ke
intinya aja.
Jadi, lo tau
lah, di SMA kan ada jurusan IPA, IPS, dan kalo zamannya ibu gue sih ada yang
namanya jurusan BAHASA.
Tapi sekarang
ini cuma ada dua. IPA dan IPS. Yang sebenarnya agak gue kecewakan. Tapi gak
banget sih.
Di sudut pandang
orang yang menghaus kelas Bahasa pasti blg: anak IPA dan IPS juga harus jago
bahasa, biar pintar komunikasi, cerdas bermultibahasa. Jadi, Bahasa wajib,
bukan pilihan.
Lalu di sudut
pandang yang GAK setuju kelas Bahasa di hapus: ngapain coba Bahasa dihapus?
Padahal ya kalo kita cari kerja, peluang besar tuh kalo kita punya ijazah
Bahasa. Misalnya, lo lulusan sastra Inggris UI, wah lo bisa kerja di deplu bro.
Sastra Rusia, Sastra Cina.. Widih lo kalo cari kerja, gampang dan gajinya
besar! Dan lo udah bisa dapetin ilmu dasarnya dari Bahasa, kalau emang ada
kelas Bahasa. Keren kan? Ya, kecuali satu sih, Sastra Jawa, gue masih gangerti
ngapain kerjanya.. Tapi ya.. Kalo estimasi gue, kerjanya bakal keren. Jadi
penerjemah Keraton gitu? Atau literatur-literatur asli Jawa? Ya, semacam itu
lah. Setau gue orang yang kerja jd translator tuh, enak. Kerja dikit, sesuai
kemampuan dia, bayarannya? Gak kecil. Keren!
Balik ke topik:
IPA/IPS?
Gue tuh kesel
banget sama guru-guru (beberapa, gue gak berani juga menstereotipkan mereka)
zaman sekarang. Kenapa? Karena senang menstereotipkan anak IPA!
Gini loh, ada
jurusan IPA dan IPS, artinya itu sebuah pilihan JURUSAN. Bukan pilihan GRADE.
Salah satu
contohnya: wali kelas gue guru matpel agama islam dan beliau kesel banget karena
nilai UTS Agama tertinggi diperoleh oleh anak IPS bukan anak IPA. Lah terus
kenapa? Emang anak IPS gak boleh berprestasi? Pak, Bu, dengan pemikiran yang
seperti itu, sama aja ngerendahin anak IPS. Kapan mereka mau berprestasi kalau
direndahkan terus?
Banyak lah ya
guru-guru yang kayak gitu. Selalu pengen IPA yang terdepan.
Okay, kita
berusaha menjadi yang baik juga. TAPI bukan berarti kita PINTAR dan punya
PASSION ke SEMUA mata pelajaran.
Kami, anak IPA,
kenapa masuk IPA? Alasannya ada 2. Yang pertama karena tertarik dengan matpel
Bio/Fis/Kim dan yang kedua karena tidak tertarik dengan Eko/Geo/Sos.
Perlu
ditekankan. Kata TERTARIK. Anak IPA BUKAN berarti dia jago segalanya. Jago
semua-semuaaaanya. Ya enggaklah. Pak, Bu! Kalian yang ngajarin kita kalau
setiap orang punya kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sekarang kenapa
kayak gini?
Terima aja lah,
misalnya ada 1 anak IPA pintar matematika. Ada 1 anak IPS jago PKn. Terus?
Bapak dan Ibu marahin anak IPA: "Kok kalian kalah sama anak IPS?"
Kalo anak IPS
dikalahkan oleh anak IPA di matpel yang dua-duanya pelajari, apa bapak ibu
sering mengatakan: "Kok kalian kalah sama anak IPA?"
Mungkin hanya
segelintir guru yang seperti itu, belum saya temukan, sayangnya.
Bapak dan Ibu
boleh marah KALAU nilai UTS Biologi anak IPA lebih rendah dari nilai UTS
Biologi anak IPS, which means impossible karena IPS gak belajar Biologi.
Artinya adalah
IPA/IPS adalah PILIHAN jurusan. Kalau pilihan kan berarti gak milih belajar
yang satu, belajar yang satunya lagi. Setiap pilihan punya kelemahan dan
kelebihan masing-masing.
Perlu diingat:
IPA/IPS adalah pilihan JURUSAN bukan pilihan GRADE tinggi/rendah.
Sering bgt orang
menstereotipkan IPA lebih tinggi dari IPS. Aneh.
Padahal gue yg
ngalamin sendiri sebagai pelajar, gak bilang kayak gitu. Kenapa gue milih IPA?
Bukan karena nilai gue yang lebih tinggi dari yang milih IPS, bukan karena gue
pintar segala2nya. Alasan aslinya ada dua: 1. Karena gue suka Biologi, 2.
Karena gue gak suka Ekonomi.
As simple as
that.
Peace,
Gita
P.S. I'm in love
with PKOSIS014{} bismillah, we're heading to RTA :D
I noted strongest point here,
BalasHapusFirst of all, about the stereotype, we cannot totally blame them for stereotyping Social Pupils negatively. Why don't you concern about the system rather than the people that objected by the system(teacher and pupils as well)? System creates those stereotype, I think. How can I say that? Don't you remember that in SNMPTN Jalur Undangan and PPKB Parallel UI Social Pupils certainly not be able to enter studies which is located in Clump of Natural Science? What about Science Pupils? They were freely enroll what studies they want to choose. And you know what? Some of them(Science Pupils) are now being a Social or Humanities Students.
This kind of condition exists for years.
So, in short, what I want to say is that we cannot totally blame them(teachers) because their viewpoints is just an impact of accumulated unconscious doctrine delivered by the system.
Anyway, I like the way you communicate your ideas. Keep it up! :D