Pernah gak merasa aneh dengan fenomena orang-orang yang berada di sekitar kita? Maksudku, bisa jadi orang yang paling kamu sayang tahun lalu menjadi orang yang paling kamu benci tahun ini. Dan orang yang paling kamu benci tahun lalu... menjadi...
***
Kita sebut saja pria dengan tinggi 180 cm dan berat sekitar 70 kg ini adalah Mas. Aku bertemu dengan Mas sebenarnya sudah sejak tahun 2016 awal. Lihat saja sih. Gara-gara temenku yang kasih tahu, "Liat deh, dia Mas. Menurutmu bagaimana?" Aku pikir, dia oke juga. Tampilannya rapih, kacamatanya juga stylish. Saat itu Mas menggunakan kemeja putih dan celana coklat. Entah kenapa aku berpikir bahwa selera fashionnya cukup baik. Mas tidak menengok ke arahku sedikitpun. Dia sibuk bercengkrama dengan teman-temannya, dan aku dengan teman-temanku.
Saat itu fokusku justru tidak pada Mas. Tapi orang lain. Yang juga menggunakan kemeja putih dan celana coklat. Dia yang mencuri hatiku, sekaligus membawa kabur kebahagiaanku. Ya, dia yang brengsek dan justru menyia-nyiakanku. Mari tutup buku dengannya.
Setelah hampir setahun, di akhir tahun 2016 aku kembali memperhatikan Mas. Setelah berbulan-bulan sejak aku melihatnya di awal tahun. Tapi yang membuat aku memperhatikan Mas adalah karena aku benci dia! Aku benci. Pokoknya benci. Ada alasan? Tidak! Pokoknya tidak suka saja. Pernah kan suka sama orang tanpa alasan? Nah ini benci sama orang tanpa alasan! Bahkan aku sampai mengajak sahabatku untuk ikut membencinya. Setiap dia tampil di publik, aku tidak suka melihatnya. "Cih, pencitraan!" di saat yang bersamaan aku juga sedang patah hati. Apa kebencianku merupakan pelampiasan patah hati? Entahlah.
Di akhir tahun 2016 aku bahkan mendebat Mas di suatu acara. Mas tidak suka, aku pun begitu! Siapa yang suka! Ih, menyebalkan! Pokoknya Mas adalah orang yang menyebalkan. (Walaupun di tengah tahun aku sempat stalking IG Mas dan menganggapnya keren juga).
Di akhir Desember 2016, Mas memberi pesan singkat lewat Line kepadaku (dan seluruh teman-teman organisasiku). Sebuah pesan permintaan maaf. Di akhir pesan, Mas menambahkan: "Ditunggu di organisasi gue!" Hmm dan aku hanya membalas dengan tertawa. Apa? Satu organisasi sama Mas? Gak mau! Pokoknya enggak! Tapi ternyata iya...
Pada suatu malam aku datang ke tempat organisasinya, Mas menyodorkan tangan untuk mengajakku berkenalan. "Hai, Gita, ya? Aku Mas. Kita belum kenalan secara official loh." Mas menyodorkan tangannya. Selama beberapa detik tangan itu menganggur. Aku tinggalkan dia kebingungan karena aku pun bingung. Apa aku harus menerima jabat tangannya? Temanku sampai menepis tangan Mas, beranggapan aku tidak mau menyambut tangan Mas karena bukan muhrim. Sedetik temanku menepis tangan Mas, entah kenapa tubuh refleks langsung menyambut salam hangat itu. Kita berkenalan, secara official.
4/01/2018
6/15/2017
Apa yang didapat dari umur 19
Jika kamu baca ini,
mungkin kamu beruntung.
atau tidak.
terserahlah.
***
Hidup menjadi lebih kompleks di umur menuju 20. Sembilan belas tahun, buat aku adalah umur yang sama sekali gak mudah. Karena apa? Karena di umur ini aku mulai belajar yang namanya: cinta.
(oh crap cheesy banget, tapi sekali-kali gue mau posting cheesy ya, boleh?)
(anggap aja ini posting tandingan tentang gue yang saat SMA mengkritik tentang relationship, duh gak tau apa-apa aja udah sok berpendapat)
Tidak lama setelah gue berumur 19 tahun, gue bertemu seseorang. He was completely new to my life. We had never met before. Even in my dream, I had no idea who is he. Kita (aku dan dia) kenalan. Seperti globalisasi yang masuk ke negara ini, dia masuk bagaikan arus tanpa henti; masuk ke kehidupan gue. Kok bisa? Idk it just.... happened that way.
Dia, yang pertama.
Mungkin gue pernah berpikir: ngapain sih orang pake nanya "Lagi apa?" "Udah makan atau belum?" "Tadi makan apa?" "Kamu udah bangun" "Hari ini mau kemana?" "Dasar jelek." "Aku kangen tau." "Ketemu yuk!" "Aku udah di depan." "Pulang ya abis ini, jangan sakit." "Aku telfon, boleh?" "Bangun. Katanya mau ngerjain tugas." dan seterusnya. (Tapi ternyata itu kejadian).
Gak guna banget kali? Segitunya ya?
Eh, ternyata iya. Iya kalo lagi kasmaran segitunya. Dan gue pernah bilang (pada akhirnya menerima proses itu dalam hidup), "Kasmaran? Paling sesaat." Dan dia bilang, "Enggak." dan bodohnya gue percaya. :( Emang fungsi otak jadi menurun ya kalo dalam fase itu.
Dan gue melakukan semua hal pertama dengan dia. Maksudnya, astaga jangan banyangin yang macem-macem--maksudnya adalah: jalan berdua sama lawan jenis. Bener-bener berdua dan ngobrol tentang kehidupan. I first experienced it with him. Pertama kalinya nonton berdua gitu..... ya ini harus dihindari guys agak ngeri y gelap-gelap gitu. Tapi film kartun kok. Dan pertama ngenalin ke orangtua. (NAH INI LEBIH NGERI).
Everything went so good. He loved me, I loved him back. There were always these calls that I loved the most: morning and late night calls. "Aku udah bangun, kamu berangkat jam berapa? Hati-hati ya." "Aku baru sampe, mau beres-beres dulu, 5 menit lagi aku telfon ya." "Ayok, bangun. Aku temenin ngerjain tugas ya." and so on. Those sweet texts that I had never imagine before. Ugh.
Everything went so good until one day he acted differently. Duh, it was just a week after he asked me to join his holiday trip! No more morning and late night calls. He even rejected my call! No more this one-call-away guy. Gue ternyata tipe yang kangenan gitu huuuu. Gak kuat, I asked to meet just to make things clear with him.
Dan semuanya sangat jelas. Sejelas-jelasnya. He is such a bastard.
Apakah kalian yang baca bertanya-tanya kenapa harus berakhir? Wk sama. Gue juga. Well, sampai sini, kita punya pertanyaan yang sama yah. Kenapa harus berakhir? (Even we never started it with a relationship status).
Jawabannya adalah: karena perasaannya sudah hilang. Oh, astaga, dari sini gue belajar banyak. Tentang menjadi dewasa. Tentang menjalin hubungan. Ternyata kompleks banget. BANGET.
Menjalin hubungan dengan seseorang adalah tentang bagaimana diri kamu dan dia; bukan kamu aja. Ini bukan tentang kamu yang sayang sama dia dan mau dia seperti yang kamu bayangkan, tapi bagaimana kamu bisa menerima dia termasuk perlakuan dia ke kamu. Saat kamu bisa menerima itu, dan pasangan kamu juga bisa menerima hal yang sama: awesome! Kalian tinggal cari cara gimana biar hubungannya gak bosen. Dan tentang perasaan yang hilang timbul---wajar. Solusinya cuma ada di diri kamu dan pasangan kamu: mau gak berusaha untuk merekonstruksi perasaan itu? Karena jika hubungan hanya dijalankan berdasarkan perasaan, tidak akan ada pernikahan hingga maut memisahkan. Hubungan adalah gimana kamu dan pasangan kamu saling mengkonstruksi perasaan dan merekonstruksinya saat hilang.
Dan seperti halnya bangunan yang bisa direkonstruksi, perasaan juga bisa didekonstruksi. Gue melakukan itu, akhirnya. (ceritanya sekarang udah move on)
Balik tentang umur 19, di awal tahun gue belajar gimana caranya jatuh cinta. Jatuh cinta sama perhatian yang dikasih orang lain ke kita, ngerasain gimana sih rasanya diperhatiin segitunya. Dan di tengah tahun gue belajar bagaimana mengatur emosi, bagaimana memahami orang lain (ini sulit banget, hidup dia bukan kita yang atur, tapi hidup dia ya dia yang punya), dan bagaimana saling mendukung. Di akhir umur 19, gue belajar kalo laki-laki itu makhluk brengsek. Gak tahu sih semuanya atau enggak, tapi dia cukup brengsek untuk membuat hidup gue berantakan. Membuat gue ketergantungan lalu melepas gitu aja. Gak bertanggungjawab!
Tapi dia cukup payah untuk mematahkan seorang Gita! Haha. I might be broken but I was still there. And I got up! Haha here I am, udah bisa nge-unfollow lo! Lol.
Iyah, jadi gitu intinya. Tiap masalah ada hikmahnya. Hikmah dari masalah ini adalah: thanks udah bikin gue sadar ternyata gue sekuat itu ya. Thanks udah mengeluarkan super power dari dalam diri gue (ya walaupun lo melakukannya dengan pertama-tama membuat gue merasa seperti bunga lalu lo buang bagai sampah). Astaga kasar banget.
Dan sekarang, di umur 20, ada hal yang gue bisa ambil dari terpuruknya umur 19, yaitu hati-hati. Hati-hati. Yang lo kenal seumur hidup lo aja bisa nyakitin, gimana yang baru kenal? Dan rasanya sedih sih, kenapa harus ada hubungan ketika ujung-ujungnya jadi permusuhan? Maksudnya, ini pertama kali juga loh buat gue seseorang masuk dan keluar hidup gue. Biasanya.... gak ada. Ya masuk hidup gue ya masuk aja, as a friend. And it won't meet an end. Kalo hubungan? Ya gini risikonya. Harus ada yang keluar ya setelah itu? Miris.
Di umur segini gue sadar rasanya udah gak mau main-main. Bukan mau langsung nikah ya, bukan. (GUE BELOM SIAP COY). Tapi gak mau keluar-masuk hidup orang gak jelas. Dan gak mau juga asal 'buka pintu' membiarkan orang lain keluar masuk. Enggak. Mending di halaman aja dulu, lama gak apa-apa. Asalkan jelas, kalo mau masuk ya jangan keluar lagi dan kalo mau keluar mending gak usah masuk sama kali.
Udah gitu aja.
'
Huft rasanya lega.
Jadiin pelajaran yah guys.
Terus, sekarang Gita lagi kasmaran sama siapa?
Siapa ya? Ada lah. Seseorang yang gue sebut namanya di tiap doa sepertiga malam gue. Aihhh.
Udah ah cheesynya. Agak geli gimana gitu.
Bye,
Gita.
P.S. And you know what, life is getting more complecated in age of 20!!!! Yang namanya cinta makin rumit rasanya. Gue berasa hidup di FTV. Bukan, bukan FTV gadis bebek dan juragan jengkol. Apa dong judul yang tepat?
mungkin kamu beruntung.
atau tidak.
terserahlah.
***
Hidup menjadi lebih kompleks di umur menuju 20. Sembilan belas tahun, buat aku adalah umur yang sama sekali gak mudah. Karena apa? Karena di umur ini aku mulai belajar yang namanya: cinta.
(oh crap cheesy banget, tapi sekali-kali gue mau posting cheesy ya, boleh?)
(anggap aja ini posting tandingan tentang gue yang saat SMA mengkritik tentang relationship, duh gak tau apa-apa aja udah sok berpendapat)
Tidak lama setelah gue berumur 19 tahun, gue bertemu seseorang. He was completely new to my life. We had never met before. Even in my dream, I had no idea who is he. Kita (aku dan dia) kenalan. Seperti globalisasi yang masuk ke negara ini, dia masuk bagaikan arus tanpa henti; masuk ke kehidupan gue. Kok bisa? Idk it just.... happened that way.
Dia, yang pertama.
Mungkin gue pernah berpikir: ngapain sih orang pake nanya "Lagi apa?" "Udah makan atau belum?" "Tadi makan apa?" "Kamu udah bangun" "Hari ini mau kemana?" "Dasar jelek." "Aku kangen tau." "Ketemu yuk!" "Aku udah di depan." "Pulang ya abis ini, jangan sakit." "Aku telfon, boleh?" "Bangun. Katanya mau ngerjain tugas." dan seterusnya. (Tapi ternyata itu kejadian).
Gak guna banget kali? Segitunya ya?
Eh, ternyata iya. Iya kalo lagi kasmaran segitunya. Dan gue pernah bilang (pada akhirnya menerima proses itu dalam hidup), "Kasmaran? Paling sesaat." Dan dia bilang, "Enggak." dan bodohnya gue percaya. :( Emang fungsi otak jadi menurun ya kalo dalam fase itu.
Dan gue melakukan semua hal pertama dengan dia. Maksudnya, astaga jangan banyangin yang macem-macem--maksudnya adalah: jalan berdua sama lawan jenis. Bener-bener berdua dan ngobrol tentang kehidupan. I first experienced it with him. Pertama kalinya nonton berdua gitu..... ya ini harus dihindari guys agak ngeri y gelap-gelap gitu. Tapi film kartun kok. Dan pertama ngenalin ke orangtua. (NAH INI LEBIH NGERI).
Everything went so good. He loved me, I loved him back. There were always these calls that I loved the most: morning and late night calls. "Aku udah bangun, kamu berangkat jam berapa? Hati-hati ya." "Aku baru sampe, mau beres-beres dulu, 5 menit lagi aku telfon ya." "Ayok, bangun. Aku temenin ngerjain tugas ya." and so on. Those sweet texts that I had never imagine before. Ugh.
Everything went so good until one day he acted differently. Duh, it was just a week after he asked me to join his holiday trip! No more morning and late night calls. He even rejected my call! No more this one-call-away guy. Gue ternyata tipe yang kangenan gitu huuuu. Gak kuat, I asked to meet just to make things clear with him.
Dan semuanya sangat jelas. Sejelas-jelasnya. He is such a bastard.
Apakah kalian yang baca bertanya-tanya kenapa harus berakhir? Wk sama. Gue juga. Well, sampai sini, kita punya pertanyaan yang sama yah. Kenapa harus berakhir? (Even we never started it with a relationship status).
Jawabannya adalah: karena perasaannya sudah hilang. Oh, astaga, dari sini gue belajar banyak. Tentang menjadi dewasa. Tentang menjalin hubungan. Ternyata kompleks banget. BANGET.
Menjalin hubungan dengan seseorang adalah tentang bagaimana diri kamu dan dia; bukan kamu aja. Ini bukan tentang kamu yang sayang sama dia dan mau dia seperti yang kamu bayangkan, tapi bagaimana kamu bisa menerima dia termasuk perlakuan dia ke kamu. Saat kamu bisa menerima itu, dan pasangan kamu juga bisa menerima hal yang sama: awesome! Kalian tinggal cari cara gimana biar hubungannya gak bosen. Dan tentang perasaan yang hilang timbul---wajar. Solusinya cuma ada di diri kamu dan pasangan kamu: mau gak berusaha untuk merekonstruksi perasaan itu? Karena jika hubungan hanya dijalankan berdasarkan perasaan, tidak akan ada pernikahan hingga maut memisahkan. Hubungan adalah gimana kamu dan pasangan kamu saling mengkonstruksi perasaan dan merekonstruksinya saat hilang.
Dan seperti halnya bangunan yang bisa direkonstruksi, perasaan juga bisa didekonstruksi. Gue melakukan itu, akhirnya. (ceritanya sekarang udah move on)
Balik tentang umur 19, di awal tahun gue belajar gimana caranya jatuh cinta. Jatuh cinta sama perhatian yang dikasih orang lain ke kita, ngerasain gimana sih rasanya diperhatiin segitunya. Dan di tengah tahun gue belajar bagaimana mengatur emosi, bagaimana memahami orang lain (ini sulit banget, hidup dia bukan kita yang atur, tapi hidup dia ya dia yang punya), dan bagaimana saling mendukung. Di akhir umur 19, gue belajar kalo laki-laki itu makhluk brengsek. Gak tahu sih semuanya atau enggak, tapi dia cukup brengsek untuk membuat hidup gue berantakan. Membuat gue ketergantungan lalu melepas gitu aja. Gak bertanggungjawab!
Tapi dia cukup payah untuk mematahkan seorang Gita! Haha. I might be broken but I was still there. And I got up! Haha here I am, udah bisa nge-unfollow lo! Lol.
Iyah, jadi gitu intinya. Tiap masalah ada hikmahnya. Hikmah dari masalah ini adalah: thanks udah bikin gue sadar ternyata gue sekuat itu ya. Thanks udah mengeluarkan super power dari dalam diri gue (ya walaupun lo melakukannya dengan pertama-tama membuat gue merasa seperti bunga lalu lo buang bagai sampah). Astaga kasar banget.
Dan sekarang, di umur 20, ada hal yang gue bisa ambil dari terpuruknya umur 19, yaitu hati-hati. Hati-hati. Yang lo kenal seumur hidup lo aja bisa nyakitin, gimana yang baru kenal? Dan rasanya sedih sih, kenapa harus ada hubungan ketika ujung-ujungnya jadi permusuhan? Maksudnya, ini pertama kali juga loh buat gue seseorang masuk dan keluar hidup gue. Biasanya.... gak ada. Ya masuk hidup gue ya masuk aja, as a friend. And it won't meet an end. Kalo hubungan? Ya gini risikonya. Harus ada yang keluar ya setelah itu? Miris.
Di umur segini gue sadar rasanya udah gak mau main-main. Bukan mau langsung nikah ya, bukan. (GUE BELOM SIAP COY). Tapi gak mau keluar-masuk hidup orang gak jelas. Dan gak mau juga asal 'buka pintu' membiarkan orang lain keluar masuk. Enggak. Mending di halaman aja dulu, lama gak apa-apa. Asalkan jelas, kalo mau masuk ya jangan keluar lagi dan kalo mau keluar mending gak usah masuk sama kali.
Udah gitu aja.
'
Huft rasanya lega.
Jadiin pelajaran yah guys.
Terus, sekarang Gita lagi kasmaran sama siapa?
Siapa ya? Ada lah. Seseorang yang gue sebut namanya di tiap doa sepertiga malam gue. Aihhh.
Udah ah cheesynya. Agak geli gimana gitu.
Bye,
Gita.
P.S. And you know what, life is getting more complecated in age of 20!!!! Yang namanya cinta makin rumit rasanya. Gue berasa hidup di FTV. Bukan, bukan FTV gadis bebek dan juragan jengkol. Apa dong judul yang tepat?
11/28/2015
Postingan (Sok) Traveler: Kuala Lumpur
Ini dia postingan yang gue tunggu-tunggu. Tulisan sok traveling! Yes, akhirnya! Hahaha alay banget ya gue. Tapi tapi tapi akhirnya bisa nulis lagi tentang jalan-jalan setelah sekiaaan lama. Gak tau deh, gue ngerasa udah lama banget gak jalan-jalan ke tempat selain Jakarta. Kayaknya sih terakhir ke Bandung gara-gara ada Pasar Seni ITB 2014. Yha tahun lalu.
Untuk perjalanan ke luar negeri, ini memang bukan yang pertama kali. Negara Malaysia juga bukan baru pertama kali gue kunjungi, tapi untuk arrived di KLIA dan explore Kuala Lumpur baru pertama kali gue lakuin. Palingan waktu kecil gue ke Johor karena deket kan dari Singapura bisa naik bis. Tapi kalo dari Johor ke KL jauh banget geng bisa 4 jam perjalanan.
Nah! Persiapan pertama dimulai dari buat paspor. Karena terakhir kali gue ke luar negeri itu tahun 2010, paspor gue udah expired dong. Jadi, buat paspor itu wajib. Persiapan lainnya standar aja kayak mau pergi jauh, tapi yang gak ketinggalan: jangan lupa bawa: payung, hairdryer, colokan kaki tiga, dan sandal/sepatu cadangan. Dua dari keempat hal tersebut gue bawa, sisanya enggak. Nyesel. Jadi karena emang masih kawasan Asia Tenggara, iklimnya gak jauh beda lah yah. Dan nyampe sana bener banget hujan deras tiap sore. Kalo sandal/sepatu cadangan ini wajib dibawa karena di luar negeri kita akan banyak sekali jalan kaki, biasanya "sifat asli" dari sandal/sepatu kita keluar tuh. Hikz sedih banget kalo rusak di negara orang, budget yang ada kan sayang kalo dibuat beli sepatu padahal gak butuh-butuh banget. Mending buat beli kitkat greentea berlabel halal.
Setelah semuanya siap, jangan lupa kalo mau keluar negeri beli tiketnya jauh-jauh hari biar harganya lebih murah. Dan jangan skip juga yak pergi ke bandara. Untuk penerbangan internasional dianjurkan untuk check-in 2 jam sebelum jadwal take off.
Nyampe di KLIA, ternyata gue arrived di KLIA2. Gak ngerti sih bedanya apa, mungkin kalo di bandara Soetta kayak terminal 1 atau 2 atau 3 gitu deh. Yang jelas dari turun pesawat jalan sampe arrival hall-nya jauh banget geng. Tapi untungnya sepanjang perjalanan (kaki) itu disamping-sampingnya banyak toilet.
DAY 1:
Nah, dari KLIA2 untuk ke KL Sentral bisa naik bis atau kereta. Untungnya kalo gue ada yang jemput haha. Dan pas di perjalanan ke KL, diajak dulu buat jalan-jalan ke Kawasan Pemerintahan Putrajaya. Jadi, Putrajaya merupakan pusat pemerintahan Malaysia, terpisah dari pusat ekonomi dan bisnis. Indonesia juga pernah wacana kan tapi gagal terus. Menurut sumber (orang yang nganter gue dan Tika), sebenarnya lokasi pemerintahan yang terpisah di Malaysia juga sempat menuai pro dan kontra, tapi ujung-ujungnya terwujud. Dan orang yang tadinya kontra malah justru sekarang memuji kawasan ini. Rapih.
Jembatan di Kawasan Pemerintahan Malaysia Putrajaya |
Salah satu masjid di kawasan pemerintahan, biasa disebut Masjid Putra atau Masjid Pink |
Gedung di belakang gue itu Istana Perdana Menteri. Di depan gedung ini ada bunderan besar yang tengahnya diisi dengan bendera-bendera negara bagian Malaysia |
Hari pertama tiba di Malaysia hanya sempat muter-muter Putrajaya. Selanjutnya kita caw ke KL dan cari-cari hotel hingga akhirnya memutuskan untuk nginep di kawasan Bukit Bintang. Kawasan turis, cukup padat. Tapi emang sengaja gue sama Tika mau cari tempat yang ramai biar gak sepi-sepi amat gitu. Karena tipe perjalanan gue yang backpacker banget alias ngirit, jadi kita cari hotel yang paling murah. Dengan range harga per malam RM 70 - RM 100, sudah bisa dapat penginapan dengan kamar mandi dalam, double bed, AC, TV, dan gratis wifi! Nah, free wifi-nya itu loh memuaskan sekali. Internet disini ngebut dan cukup stabil.
DAY 2:
Hari kedua gue dan Tika sudah bangun dari jam 4 pagi. Gue bingung kan yha ni di KL subuhnya jam berapa.... Kalo kata orang yang nganter gue sama Tika sih jam 6 kurang subuhnya. Tapi kita kayak gak percaya gitu hikz takut kesiangan subuhnya. Eh tapi bener ternyata adzan subuh di TVnya juga sekitar jam 6 kurang. Pukul 6 lewat kita sudah rapih buat memulai perjalanan ke University of Malaya (UM). Pas keluar hotel eksptektasinya udah terang eeeee ternyata masih gelap gulita hikz kepagian. Ternyata kalo di Indonesia tuh masih jam 5 gitu. Iya sih emang beda waktunya sejam.
Dari Bukit Bintang kita naik taksi buat ke Ampang Park (Stasiun LRT). Tapi ternyata salah naik taksi. Malah naik taksi biru. Terus KOK MAHAL. Ternyata kalo di Indonesia semacam silver bird gitu lah yha. Hikz backpacker gagal. Nyampe Ampang Park kita naik LRT ke Stasiun Universiti, stasiun terdekat untuk ke UM. Nah, disini beli tiket keretanya gak kayak di Jakarta. Belinya otomatis, kayak di Singapura gitu deh. Ada mesinnya, tinggal klik sana klik sini, masukin uang, keluar deh tokennya warna biru seukuran tutup botol tapi bentuknya kayak kancing baju. Waduu rawan banget keselip nih. Biayanya juga cukup murah, dan yang lebih hebatnya lagi, keretanya cepet banget datengnya. Tanpa masinis lagi! Keren masa ;" Sebagai anker (anak kereta), rasanya beda banget naik kereta disana. Di KL, segalanya lebih ramah sama orang-orang yang disable. Jarak peron ke kereta hampir gak ada, jadi orang yang berkursi roda bisa banget hidup mandiri keliling-keliling buat jalan-jalan. Beda banget coy sama Stasiun Cawang atau Pocin.
Dari stasiun LRT tersebut, tinggal naik RapidKL buat sampe ke UM. RapidKL itu bis yang pas masuk kita bayarnya masukin uang pas ke semacam celengan gitu terus nanti supirnya ngasih tiketnya. Harganya tetap yaitu jauh dekat RM 1. Nah pas pertama naik kan bingung yak harus gimana wgwg jadinya gak nyiapin uang RM 1, dan pas ngambil uang jadi lama, terus jadi banyak yang ngantri di belakang, terus.... dimarahin abang supir :"
RapidKL ini hebatnya masuk ke dalam lingkungan kampus, tapi dia gak berhenti di seluruh halte. Karena bingung haurs turun dimana, jadinya gue dan Tika turun asal-asal aja dan akibatnya harus jalan kaki sekitar 30 menit ke lokasi konferensi. Hikz. Ternyata ada bis mahasiswa, ya semacam bikun gitu, yang berhenti di seluruh halte UM. Nah, dari RapidKL buat transfer naik bis UM, tinggal transit di halte Perpustakaan UM atau yang biasa mereka sebut UM Centre.
Dari pagi sampai sore full di tempat konferensi. Tepatnya di Akademi Pengajian Islam (Acadmey of Islamic Studies). MasyaAllah isinya ukhti-ukhti dan akhi-akhi semua. Ukhti-ukhtinya cantik-cantik dan adem banget ngeliat mereka hahaha (berhubung ngeliatin akhi-akhi itu gak boleh karena bukan muhrim). Serunya di UM adalah wifinya kenceng dan stabil, dan untuk mengaksesnya tidak perlu SSO! Haha emang kampusku tercinta yang wifinya khusus mahasiswa doang dan hilang-hilangan lagi sinyalnya...
Menara Petronas, atau kalau orang sana lebih akrab dengan Twin Tower |
Pulang dari konferensi, hujan deras dan petir menyambar-nyambar. Jalanan becek dan macet. Tapi untungnya pas nyampe KLCC hujannya sudah reda jadi bisa foto-foto yeay. Dari stasiun Universiti ke KLCC bisa ditempuh dengan naik LRT sekitar 15 menit. Dari situ gue sama Tika bingung kan mana nih Twin Towernya katanya deket... Yaudah Tika nanya tuh ke "mak'cik", dan ternyata, Twin Towernya..... ada.... di...
................................sebelah kita.
Saking gedenya omgnya gak keliatan!
Pertama kali ngeliat ngeri-ngeri gimana gitu |
Agak susah untuk ngambil foto (objek) yang bagus di malam hari, karena jatohnya jadi backlight. Sekalinya pake flash eh minyak wajah keliatan semua :" |
Setelah akhirnya mendapatkan foto yang (lumayan deh) bagus. Gue dan Tika memutuskan untuk balik ke hotel. Kata orang sih dari KLCC ke Bukit Bintang deket, kata pak satpam juga cuma 10 menit. Eeeee taunya pas dijalanin nyampe dah tuh 30 menit perjalanan kaki yang sungguh melelahkan. Betenya lagi, jadi kita dapet tas besar hitam dari konferensi, yaudah deh bawa-bawa tas besar hitam melewati mall-mall terbesar di KL, hikz dah kayak TKW sih kita. Gagal mau foto-foto ala-ala gitu kan. Padahal lewatin mall Pavilion, Fahrenheit, dll. Anyway, gue sama sekali gak tertarik untuk masuk/jalan-jalan ke mall tsb. karena gimana ya...... di Jakarta juga ada. Pas masuk rasanya sama aja kayak gue masuk Kokas. Hahaha (alibi backpacker yang dananya terbatas).
DAY 3:
Di hari ketiga gue dan Tika berada di Kuala Lumpur, kita jalan-jalannya udah gak berduaan lagi. Tapi bareng sama mahasiswa dari Aceh yang baru kenalan pas paginya. Indahnya ukhuwah islamiyah, semangat kebangsaan dan perasaan senasib (mahasiswa), yang buat kita asik banget jalan barengnya. Udah kayak kenal lama padahal baru paginya kita kenalan. Mereka ikut jalan sama kita karena ngerasain naik bis, kereta, dll. Mereka selama disana selalu dianter jemput, hmm makanya gue sama Tika udah kayak tour guide naik LRT haha. Karena sudah hari terakhir juga, gue dan Tika memutuskan untuk ngajak mereka jalan ke Pasar Seni atau Central Market buat belanja oleh-oleh. Gak banyak yang dibeli gue dan Tika (kalau mereka sih banyak). Gue dan Tika cuma beli hal-hal yang sekiranya unik, lucu, murah, dan emang ada tujuannya saat membeli (buat siapa gitu barangnya). Ini juga tips nih buat belanja oleh-oleh, jangan sampai kalap! Kalo sekiranya barang itu ada di Indonesia, ngapain dibeli? Jadi, beli yang pasti-pasti aja yah!
Pasar Seni atau Central Market, yhaa 11;12 Tanah Abang lah yha tapi lebih rapih sih. (Edisi lagi nungguin yang lain belanja) |
Difotoin sama satpam India, udah lama-lama fotonya, eh tulisan "Central Market" gak keliatan, hm sip mz. |
Gak ngerti deh makan apa, yang penting murah hikz. |
Mencoba foto kembali di KLCC. Mayan sih mukanya keliatan, walaupun backgroundnya gak jelas apa :" |
Dari Pasar Seni, mereka ngajak lagi ke KLCC buat foto-foto titipan dari teman-teman mereka. Jadi mereka juga ngaish oleh-oleh ke teman-teman mereka berupa pesan-pesan yang ditulis tangan terus difoto dengan background Twin Tower. Kreatif! Terus gue sama Tika ikut-ikutan. Terus pegel.... Terus ternyata udah malem banget. Terus pulang naik bis GOKL (bis KLCC-Bukit Bintang yang gratis, dan ini baru gue ketahui di hari terakhir gue di KL! Sial) yang terakhir. Untungnya :"
***
TIPS BELANJA OLEH-OLEH DI LUAR NEGERI
1. Jangan dilakukan di hari terakhir. Kita gak bisa prediksi apa yang terjadi di hari terakhir, apakah harus lebih dulu ke airport atau bagaimana
2. Kalau bisa dilakukan di hari pertama atau kedua
3. Kalau udah hari ketiga dan menemukan barang unik di supermarket, beli aja! Dibandingkan ngarep "Ah nanti juga di bandara ada" Hm belum tentu mz/mb.
4. Tanya temen dimana tempat yang murah beli oleh-oleh
5. Jangan kalap! Kalau ada barang yang sebenearnya di Indonesia juga ada, gak usah dibeli yah. Plis. Demi kantong yang lebih sejahtera.
6. Gue prefer beli camilan sih kalau ke Malaysia, berhubung udah ada juga gantungan kunci di rumah. Saran camilan: kitkat greentea berlabel halal, berbagai jenis kinder (disini lebih murah), alitea (teh tarik), dan ali cafe (kopi). Nah dapet saran dari temen kalo beli oleh-oleh camilan itu di Sungei Wang, mall yang gak terlalu mahal, ada di kawasan Bukit Bintang. Selamat belanja! :)
AKHIRNYA BISA POSTING SOK TRAVELER. Padahal mah tujuan utamanya ke KL kan konferensi, jadinya gak punya banyak waktu juga buat explore sana sini. Tapi tak ape lah, mungkin lain kali dapat kesempatan lagi jalan-jalan kesana. Ke Genting, Gombak, dll. Doain aja yah ada rezekinya. Aamiin!
Love,
Gita
Negara Pertama di 2015!
"Belum tentu orang Indonesia yang di luar negeri itu nasionalismenya rendah. Selama dia bermanfaat dan berkontribusi untuk bangsa, rasa nasionalismenya dapat dikatakan lebih besar dari orang yang tinggal di samping Monas tapi kerjaannya menggerogoti uang negara. Nasionalisme bukan masalah lokus." - Pak Nuh, Mantan Menteri Pendidikan RI, dalam speechnya di ADIC 2015
***
Malaysia menjadi negara pertama yang menghiasi paspor baru Gita dan Tika, yeay! Semua terjadi seperti mimpi, semua berproses seperti hanya kenangan, yang buruk-buruknya menguap, tersisa kenangan indah yang selalu kembali kita idam-idamkan untuk diulang. Itu rasanya perjuangan.
Semua diawali dengan jejaring. Awal memutuskan untuk nulis paper bareng itu pas sama-sama jadi volunteer Peduli Desa FKM UI Peduli 11. Di salah satu rumah homestay, gue dan Tika mendengarkan cerita hidup Kak Uma dengan seksama. Benar-benar kisah hidup, dari kecil hingga di UI dan ke Cina dan pulang dari kegiatan volunteer lanjut ke Jepang. Tidak ada motivasi yang lebih membakar dari kisah yang memang nyata. Tandanya: semua bisa seperti itu!
Sejak saat itu, gue dan Tika berjanji untuk mengabari satu sama lain kalau ada info konferensi ke luar negeri. Kalau gue, emang pada dasarnya pengen menginjakkan kaki kemana-mana ya. Duuh rasanya pengen banget jadi presenter jalan-jalan tapi kurang cantik hmm gimana dong ya. Mungkin, konferensi yang akhirnya mengantarkan gue jalan-jalan ke negeri orang. Dan, kenapa tidak mencoba untuk menulis? Bukankah menulis adalah cara untuk mengabadikan karya kita?
Menulis hal-hal yang ilmiah seperti esai, paper, karya tulis, dan sejenisnya merupakan hal yang baru bagi gue. Jika biasanya menulis blog, puisi, prosa, apapun itu yang fiksi, sekarang gue harus mencba menulis ilmiah dimana tulisan tersebut mungkin bisa mengantarkan gue mentato paspor gue yang kosong. Dan ternyata bukan "mungkin", tapi iya.
Terima kasih untuk Kak Joko yang memotivasi Gita dan Tika untuk menulis paper pertama kami, dan turut membimbing kami dalam proses penulisan. Dan semua petuah dari Kak Joko bener banget!
Kalau mau nulis paper jangan kelamaan research. Berdasarkan seminar-seminar yang gue ikuti tentang penulisan jurnal internasional, yang harus dilakukan setelah mendapatkan ide, judul, research sedikit, lalu tulis! Strat to write everything that you know. Setelah mulai nulis akhirnya tahu deh dimana kurangnya dan harus fokus research ke bagian mana. Research selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki, atau finishing paper tersebut. Kalau kebanyakan mikir doang tanpa mulai nulis, yang ada malah kelewatan deadline. Karena setelah ada tulisannya, kita jadi lebih mudah untuk tahu, "Oh disini toh kurangnya." And yes, bakal sering revisian.
Berfoto dengan mahasiswa Universitas Syah Kuala (Aceh). Katanya kalau gue dan Tika ke Aceh mereka siap menjamu kita. Salah satu keuntungan konferensi nih, membangun jejaring :) |
Intinya adalah, semua orang bisa nulis. Apalagi nulis ilmiah. Selama memiliki keinginan untuk memulai, konsistensi untuk bertahan, dan otak yang sehat untuk berpikir, smeua orang bisa menulis ilmiah. Diiringi juga dengan membangun jejaring, katakan mimpimu pada banyak orang! InsyaAllah akan dipertemukan dengan orang yang punya mimpi yang sama, dan bisa jalan bareng. Kalau niatnya juga untuk kebaikan, semua akan dimudahkan oleh-Nya.
Negara selanjutnya? I've wrote it down on my notebook. Wish me luck!
Love,
Gita
P.S. Yes akhirnya bisa kasih posting yang sok travele abis! Next posting bakal tentang explore negara orang nih. Wah akhirnya kesampean yak bisa ngepost sok-sok traveling gitu kayak blog-blog tetangga :")
10/19/2015
Apa yang kita sebut: Rehat
Selamat pagi, siang, malam.
Untuk seluruh ikan di lautan.
Sudah seabad yang lalu rasanya gue ngetik di posting box yang pojok kiri atasnya ada lambang blogger. Kadang mikir, "Gila, segitu gak punya waktunya ya gue?"
Terus tadi sempet liat-liat previous post, wah cepet juga ya baru beberapa kali klik udah nyampe posting sebelum pubertas *lebay
Padahal sih, pas kuliah ini lebih banyak yang pengen gue sampein. Lebih banyak hal luar biasa yang terjadi di sekitar gue, lebih banyak tokoh inspiratif, dan lebih banyak hal bermanfaat yang bercapkan "DUNIA WAJIB TAU!". Well, dibanding posting waktu SMP atau SMA yang isinya...........gitu. Gak usah dibahas ya.
Alasan kenapa gue ngetik di box ini bukan di word (ngerjain laprak) atau powerpoint (ngerjain presentasi Sosio), adalah karena gue butuh yang namanya: Rehat. Udah setahun yang lalu kayaknya gue ngelakuin apa yang gue suka: baca dan nulis. Ya ampun, rasanya masa SMA tuh indah banget ya kalo nginget gue bisa baca Supernova-nya Dee, 4 buku dalam waktu kurang dari 1 bulan! Padahal di tengah-tengah sibuknya ngambis buat UN. Dan kalo inget SMA, jadi inget masa-masa kejayaan kursimala.tumblr.com yang penuh tiap harinya sama postingan karya sastra dari 5 dewasa muda yang sok-sok-an ngerti sastra. Dan, ya, se-kangen itu.
Entah kenapa, ya mungkin karena banyak dosa juga, gue merasa tidak bisa melakukan hal-hal itu lagi di sela-sela padatnya perkuliahan. Bahkan dengan hobi gue sendiri pun gue terkadang jenuh, contoh: ngedit video. Dulu rasanya girang banget kalo dapet kesempatan buat ngedit video. Gak ada tugas apa-apa aja, bikin video. Apa-apa direkam, diedit. Hasilnya? Gak dipublikasi kemana-mana sih, buat kenangan aja hehe. Tapi sekarang bahkan untuk ngedit video pun gue jenuh, butuh inspirasi!
Manusia butuh inspirasi tapi kadang lupa sama Yang Memberi Inspirasi.
***
Rehat. Sesederhana katanya; cukup 5 huruf.
Tapi sering disalah artikan.
"Kamu sedang rehat, atau sedang malas?"
(((jleb)))
***
Tunggu, tunggu. Sebenernya yang gue butuhin itu rehatnya atau motivasi buat gak malas ya? Kadang susah geng buat bedain rehat sama malas. "Duh! Gue butuh istirahat!" Sebenernya beneran butuh istirahat apa kitanya aja sih yang gak tahan banting? Baru gitu doang udah ngeluh mau refreshing. Giliran dikasih libur 3 bulan, gak dimanfaatin dengan maksimal. Pas dikasih kuliah 6 bulan, ngerengek minta libur lagi. Duh, mahasiswa. Maunya apa sih. Gitu doang kok udah ngeluh capek? Padahal ada rakyat Indonesia yang nitipin harapan di pundaknya.
Tapi, menurut gue, gak salah kok kalo kita harus rehat sejenak. Hitung-hitung buat refleksi diri sendiri, evaluasi pribadi. Ya, tinggal gimana kita memaknai dan menafaatkan waktu rehat yang kita punya. Sering kali kita justru salah dalam menafaatkan waktu rehat tersebut, padahal kan waktu rehat tuh mahal ya apalagi di zaman yang everything moves fast. Kayak misalnya: lo punya waktu luang tapi malah lo habisin buat ngurusin hidup orang lain yang gak penting-penting banget gitu loh buat diurusin, kayak stalking mantan contohnya. Cuma contoh loh ya. Gak, gue gak punya mantan.
Sebenernya mau nulis lebih panjang. Mau cerita tentang Bakti Sosial Pasca OKK (BAKPAO) 2015 yang angkat isu cuci tangan dengan sabun dan hubungannya dengan pesan zaman maba "Jangan lupa cuci tangan, ya!" yang gue katakan setiap ditanya "Pesan lo apa Git? Buat buku Mabim, nih." Mau cerita juga pengalaman jadi kontingen FKM di OIM Quiz, yang sebenernya berawal dari mimpi pas maba: "Pengen banget jadi kontingen quiz! Tapi bisa gak ya tahun depan?" dan ternyata terwujud. Banyak deh yang mau diceritain. Ada Pak Akay sang tokoh inspiratif yang gue beri label "DUNIA WAJIB TAU!" daaaan masih banyak lagi. Tapi apa daya waktu rehat ku hanya sebentar. Ku kan kembali setelah Bakpao minggu ini kelar dan setelah melewati perihnya--dan berdarahnya-- pertengahan bulan Oktober dengan berbagai UTS dan ujiannya (serta tugasnya!).
Jadi, chill out, take your time, rehat bentar :D
Sampai ketemu beberapa minggu lagi! (I'll keep it post!)
Jumpa lain waktu?
Love,
Gita